TANGERANG, HaluanNews.co.id – Maraknya pembangunan gedung dan ruko yang diduga belum memiliki Izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di wilayah Kecamatan Karawaci dan sejumlah daerah lain di Kota Tangerang menjadi sorotan. Sejumlah bangunan bahkan berdiri secara terang-terangan, meskipun proses perizinan belum tuntas.

Diduga, sejumlah pemilik bangunan hanya mendaftarkan usahanya melalui sistem Online Single Submission (OSS) tanpa melengkapi tahapan pengurusan izin yang sesuai. Padahal, proses penerbitan PBG cukup panjang dan harus melalui tahapan seperti pengajuan Keterangan Rencana Kota (KRK), hingga terbitnya Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), sebelum izin resmi dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Tangerang.

Bahkan, tidak semua bangunan yang sedang dikerjakan telah memasang papan informasi proyek atau plang PBG sebagaimana diamanatkan dalam UU Keterbukaan Informasi Publik No. 14 Tahun 2008. Padahal, keberadaan plang tersebut menjadi bukti legalitas serta kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangerang.

Salah satu pekerja bangunan ruko di Jalan Proklamasi RT 02/RW 01, Kelurahan Cimone, saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa bangunan tersebut akan digunakan sebagai minimarket. “Kurang paham, kita hanya pekerja, Mas. Soal izin itu urusan mandor atau pemilik,” ujar Iwan.

Kondisi serupa juga terlihat di kawasan Kelurahan Nusajaya, tepatnya dekat lampu merah Shinta. Sebuah bangunan yang diduga belum memiliki izin berdiri kokoh dan rencananya akan dijadikan restoran. Salah satu pekerja yang enggan menyebutkan namanya mengatakan, “Soal izin sudah dikoordinasikan ke wilayah, selebihnya tanya langsung ke pemiliknya, Pak Jonny.”

Situasi ini mendapat perhatian dari Pemerhati Kebijakan Publik dan Kontrol Sosial, Agus Muhammad Romdoni. Ia menilai bahwa lemahnya pengawasan terhadap perizinan bangunan berdampak langsung pada kebocoran potensi PAD.

“Bangunan komersial harus memiliki izin PBG sebelum pelaksanaan pembangunan. Tidak cukup hanya OSS. Jika izin ditolak di tengah jalan, sementara bangunan sudah berdiri, itu akan menjadi persoalan. Apalagi jika SKRD belum diterbitkan atau dibayarkan,” tegas Agus yang juga Ketua Komunitas Jurnalis Kebijakan (KJK) Tangerang Raya.

Ia juga menyoroti lemahnya implementasi sejumlah peraturan daerah, seperti Perda No. 8 Tahun 2018 tentang Ketenteraman dan Ketertiban Umum, Perda No. 10 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, serta Perda No. 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu.

“Jangan sampai peraturan hanya menjadi tulisan tanpa pelaksanaan di lapangan. Jika dibiarkan, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum daerah,” tambahnya.

Agus pun menegaskan bahwa peran masyarakat sebagai kontrol sosial sangat penting dalam mengawasi pelanggaran semacam ini. Ia mendorong adanya penindakan tegas dari pemerintah daerah terhadap pemilik bangunan yang tidak patuh terhadap peraturan.

“Saya berharap ada langkah nyata dari stakeholder, baik eksekutif maupun penegak hukum, dalam menindak bangunan tak berizin. Masyarakat pun harus turut serta melapor jika menemukan pelanggaran, demi kemajuan dan kemandirian keuangan daerah,” pungkas Agus. (Red/KJK)